Kamis, 10 Juni 2010

Berbagi ilmu yg telah ku cari. II. Tentang sebuah Kasus

Pasien bernama Ny. Tm, 27 tahun.

Masuk kamar bersalin tanggal 7-3-2004 pukul 04.15, kiriman/rujukan dari Bidan Ng. Puskesmas Nongkojajar-Kabupaten Pasuruan.
Alasan rujukan : Inpartu G3 P2002 dengan tali pusar tumbung. Ibu tersebut sudah waktunya melahirkan dan hamil anak ketiga. Sebelumnya pasien sudah melahirkan dua kali bayi hidup. Tali pusat menjulur keluar jalan lahir.

Riwayat penyakit (sumber dari penderita) tanggal 6-3-2004 pukul 17.00 perut penderita merasa kenceng-kenceng. Pada pukul 24.00 penderita dibawa ke bidan Ng. karena ketuban telah pecah dan tali pusar ikut keluar.pasien menerangkan bahwa ibu tidak lagi merasakan gerak bayi sejak jam 24.00. Bidan Ng. tidak ikut serta mengantar ke RSSA.

Pasien diterima pertama kali oleh Kapt. dr. Z. bersama dengan AKP. dr. At dan dr. Js. Mereka bersama-sama melakukan pemeriksaan pasien (dengan langkah-langkah (1) mendengar keluhan utama; (2) anamnesa seperti menanyakan haid, kebiasaan, riwayat persalinan sebelumnya; (3) pemerikasaan standar umum; kemudian (4) pemeriksaan khusus (kebidanan) karena kehamilan sudah di atas 20 puluh Minggu in casu 39-40 minggu langkah berikutnya ialah (5) pemeriksaan obstetri al. pemeriksaan auskultasi dengan alat doppler yang kemudian dilakukan (6) pemeriksaan tambahan dengan pemeriksaan darah lengkap kemudian baru (7) langkah menyimpulkan/membuat diagnosis. Setelah seluruh langkah-langkah pemeriksaan itu dijalankan, mereka berkonsultasi pada dr. Fa. yang kemudian melakukan pemeriksaan menurut standar kebidanan dengan cara yang sama pula. Kemudian mereka membuat diagnosis sebagai berikut. Ibu hamil anak ketiga; melahirkan bayi hidup dua kali; tidak pernah keguguran; dalam fase akan melahirkan; usia kehamilan 39-40 minggu; bayi tunggal mati dalam rahim disertai tali pusar menjulur (sudah tidak berdenyut dengan memar); dan ketuban sudah pecah.

Setelah itu, dr. Fa. berkonsultasi kepada dr. Ha. yang juga melakukan pemeriksaan dengan cara yang sama dan hasil diagnosis yang sama pula. Kemudian diagnosis tersebut dikonsultasikan dan diteruskan pada Chief Jaga (dr. IW.) yang kemudian juga memeriksa lagi pasien dengan cara yang sama. Diagnosis dr. IW. ternyata sama pula dengan diagnosis para dokter yang memeriksa sebelumnya. Diagnosis dr. IW. adalah : “Ibu hamil ketiga; melahirkan bayi hidup dua kali; tidak pernah keguguran; dalam fase akan melahirkan; usia kehamilan 39-40 minggu; bayi tunggal mati dalam rahim; serta tali pusat menjulur (sudah tidak berdenyut), dan ketuban sudah pecah”.

Dengan dasar diagnosis (oleh lima dokter sebelumnya, oleh dr. Ha dan dr. IW.) yang hasilnya sama maka setelah segenap anggota tim dan Chief Jaga (sesuai dengan prosedur operasional tindakan medis dalam kasus persalinan dengan kondisi seperti hasil diagnosis) mengambil keputusan sebagai berikut :
a. Menunggu persalinan spontan
b. Pemberian informasi dan edikasi pada ibu dan keluarganya
c. Observasi dan kondisi ibu dan kemajuan proses persalinan
d. Evaluasi setiap dua jam

Dua jam kemudian, pukul 06.15 diadakan evaluasi pertama yang dilakukan oleh dr. Ka., hasilnya dinyatakan bahwa “persalinan berjalan dengan baik, kondisi ibu baik, pembukaan leher rahim mencapai 8cm (semula hanya 6cm), diagnosis lain tetap”. Direncanakan untuk dievaluasi dua jam kemudian.
Dua jam kemudian, pukul 08.15 diadakan evaluasi kedua oleh dr. Ka., yang hasilnya dinyatakan bahwa “ibu sudah memasuki waktu pengeluaran bayi (pembukaan jalan lahir sudah lengkap atau 10cm), namun posisi kepala tetap tidak menurun, dan diagnosis lain tetap”.

Setelah membuat diagnosis hasil evaluasi tahap kedua, dr. Ka. melapor kepada dr. IW. yang kemudian juga memeriksa dan membuat diagnosis yang sama dengan diagnosis dr. Ka.

Oleh karena kontraksi rahim yang sudah menurun, keadaan ibu sudah kelelahan, sedangkan air ketuban habis (telah pecah 8 jam yang lalu), berarti persalinan kering, posisi kepala tetap tidak menurun sehingga tim jaga memprediksi bahwa bayi tidak akan lahir spontan. Apabila waktu persalinan akan lebih lama maka mengancam keselamtan nyawa ibu (diagnosis dr. Ka. dan dr. IW.) berdasarkan pertimbangan itu tim medis memutuskan untuk segera menolong persalinan dengan bantuan alat cunam muzauex.

Setelah tim medis memutuskan untuk membantu persalinan dengan menggunakan cunam muzauex, sesuai prosedur RS pendidikan, dr. IW. berkonsultasi kepada dr. Wo., SpOG sebagai supervisor untuk meminta pendapat dan persetujuan. Setelah mengemukakan diagnosis dan alasan-alasannya, kemudian dr. Wo., SpOG memberikan persetujuannya untuk membantu persalinan dengan menggunakan cunam muzauex.

Langkah persiapan alat-alat dilakukan oleh Ibu Bidan Ha. dengan dibantu oleh dr. Ka. agar ibu mengejan sambil kulit kepala bayi dipandu dengan jepitan cunam muzauex oleh dr. IW. Kurang lebih satu menit kepala bayi turun pada jalan lahir, setelah cunam dilepas lahirlah seorang bayi hidup jenis kelamin laki-laki degan berat 18000gram dan menangis berarti dalam keadaan sehat. Pada kulit kepala didapatkan dua luka lebar 1cm sedalam kulit kepala dan tidak mengeluarkan darah. Luka dirawat oleh dr. Ka. Dan dijahit masing-masing satu jahitan dengan maksud agar tidak infeksi. Selain itu, didapatkan dua tali pusat yang satu milik bayi I yang sudah lahir hidup dan satunya lagi sejak awal sudah keluar dan tidak berdenyut milik bayi II mati dalam rahim.

Bayi I yang hidup diterima oleh Ibu Bidan Ha. segera dilakukan perawatan, lukanya dijahit satu jahitan (untuk mencegah infeksi) oleh dr. Ka. Oleh karena ada dua tali pusar, maka dr. IW. melakukan evaluasi ulang, ternyata ada saty bayi lagi dalam perut ibu dengan posisi sungsang dan sudah mati dalam kandungan. Dengan dibantu oleh dr. Ha. bayi kedua (mati) dapat lahir dengan cara dan prosedur persalinan sungsang.

Bayi II lahir (mati) dan diterima Ibu Bidan Ti. Kondisi bayi berat 2500 gram, maserasi tingkat I (telah mati lebih dari 8 jam. Tanda-tanda kematian pada jasad bayi, yakni kulit memutih keabu-abuan, mengelupas di dada, otot teraba lunak, dan kulit teraba seperti derik). Sesuai dengan tanda-tanda tersebut, diprediksi bayi II telah meninggal dalam rahim ibu lebih dari 8 jam sebelum persalinan.

Kemudian diadakan Analisis Retrospektif (setelah persalinan), dan diperoleh fakta-fakta medis sebagai berikut :
a. Ibu datang ke kamar bersalin dalam keadaan inpartu (akan bersalin/otot rahim tegang), kehamilan kembar, satu hidup dan satu mati.
b. Posisi kedua janin dalam rahim intrauterin adalah sebagai berikut :
1). Bayi I hidup, bagian terendah kepala, posisi di bawah tertindih bayi kedua.
2). Bayi II mati, bagian terendah bokong, posisi di atas bayi I dengan tali pusat sudah keluar dan tidak berdenyut
3). Kehamilan ini adalah 1 (satu) ari-ari; 1 (satu) amnion; dan 1 (satu) chorion.
c. Tali pusat yang sudah keluar dan tidak berdenyut adalah milik bayi II yang sudah meninggal dengan bagian terendah bokong.
d. Tarikan cunam muzauex dilakukan atas dasar : (a) bayi tidak dapat lahir spontan karena adanya massa menyerupai meningocele yang ternyata paha bayi II yang berada di atas bayi I. Persalinan kering, keadaan ibu kelelahan, kontroksi rahim menurun, tidak dapat ditunggu lebih lama karena akan membahayakan jiwa ibu dan (b) dengan persetujuan dr. Wo., SpOG. sebagai supervisor/konsulen tim jaga.

Dari kasus ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Langkah-langkah observasi dan pemeriksaan terhadap Ny. Tm. guna mandapatkan fakta-fakta medis yang dijadikan dasar penarikan diagnosis bayi tunggal dan mati sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional penanganan sehingga dipandang patut dan benar. Demikian juga fakta-fakta medis yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pemeriksaan medis yang dijadikan dasar diagnosis dari sudut ilmu kedokteran telah dipandang patut dan benar. Oleh karena itu, kesimpulan bayi tunggal dan mati walaupun salah masih dapat ditoleransi untuk dipandang patut.
b. Oleh karena menarik kesimpulan bayi tunggal dan mati dipandang patut dan benar maka menetapkan terapi dengan membantu kelahiran dengan bantuan cunam muzauex dipandang patut dan benar pula.
c. Dalam observasi/pemeriksaan yang mendapatkan data-data medis sebagai dasar menarik simpula bayi tunggal dan mati dengan cara/prosedur standar umum dan kebidanan, dengan tidak menggunakan USG berdasarkan tidak ditemukannya indikasi medis untuk menggunakan USG juga telah dipandang patut dan dibenarkan.
d. Langkah-langkah perlakuan medis persalinan Ny. Tm. sejak awal pemeriksaan sampai menetapkan terapi untuk segera membantu persalinan dengan cunam muzauex beserta alasan-alasannya (antara lain, tidak mungkin dapat melahirkan spontan karena ibu kelelahan, persalinan kering, posisi kepala tetap tidak menurun) dan yang telah mendapat persetujuan supervisor kemudian melaksanakannya telah dipandang patut dan benar.
e. Berdasarkan alasan-alasan tersebut yang diperkuat dari hasil analisis retrospektif yang mendapatkan data-data medis yang akurat (misalnya letak bayi dan selisih berat bayi I dan bayi II) yang membuktikan bahwa perlakuan pelayanan medis persalinan Ny. Tm. dengan dibantu alat cunam muzauex dapat dipandang sebagai upaya medis luar biasa dalam keadaan overmacht untuk menyelamatkan jiwa ibu.
f. Terdapat dua luka lebar 1cm sedalam kulit kepala bayi I tidak termasuk luka yuridis sebagaimana dimaksud pasal 360 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
g. Tim Medis RSSA yang dalam hal melakukan pelayanan persalinan bayi kembar Ny. Tm. tidak terdapat culpa lata medis yang membentuk pertanggungjawaban hukum pidana.
h. Menurut kajian hukum pidana kasus ini bukan malapraktik pidana. Belum patut diangkat sebagai kasus pidana karena belum termasuk malapraktik pidana.
i. Dalam kasus ini kiranya diperoleh temuan hukum sebagai berikut :
1). Diagnosis salah tidak patut dipersalahkan pada dokter apabila pemeriksaan dan observasi telah dijalankan sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional dan pekerjaan analisis telah dilakukan secara benar terhadap fakta-fakta medis yang patut dan benar dalam menghasilkan diagnosis tersebut.
2). Sikap batin dalam menetapkan terapi yang telah sesuai dengan diagnosis yang ditarik melalui pemeriksaan yang sesuai standar profesi dan standar prosedur atas fakta-fakta medis yang benar, bukan merupakan culpa meskipun kemudian ternyata diagnosis salah.
3). Menggunakan suatu alat/cara dalam penanganan medis dipandang benar dan wajar apabila ditemukan indikasi medis yang membenarkan untuk menggunakan alat tersebut. Kesalahan diagnosis bukan merupakan culpa lata medis dalam pilihan pemeriksaan menurut standar profesi dan standar prosedur telah dijalankan karena tidak ada indikasi untuk penggunaan alat/cara yang lebih baik (tidak mengguunakannya) meskipun tingkat ketepatan diagnosisnya lebih tinggi.
4). Melakukan pertolongan medis untuk menyelamatkan jiwa ibu dalam suatu persalinan harus merupakan pilihan utama dengan pilihan tindakan medis yang mengandung risiko paling ringan.
5). Keslahan diagnosis atau kesalahan terapi tidak membebankan pertanggungjawaban pidana apabila tidak berakibat kematian atau luka sebagaimana ditentukan dalam hukum pidana.
6). Luka sedalam kulit kepala bayi bukan merupakan luka sebagaimana yang dimaksud pasal 360 ayat (2) KUHP.


Tuntutan atau gugatan dapat ditujukan kepada dokter dan Rumah Sakit. Dokter dapat dituntut dengan tuntutan pidana, perdata dan administrasi. Dokter dapat dituntut pidana yaitu dengan sanksi hukuman penjara atau denda, dokter dapat dituntut perdata yaitu dengan sanksi penggantian kerugian untuk korban, dan dokter dapat dituntut administrasi dengan sanksi pencabutan izin praktek. Rumah Sakit dapat dituntut dengan tuntutan perdata dan administrasi. Dengan tuntutan perdata yaitu dengan sanksi penggantian kerugian untuk korban dan dengan tuntutan administrasi yaitu dengan sanksi pencabutan izin usaha rumah sakit tersebut.



09 April 2010

Dari skripsiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar